A. Hubungan Desentralisasi Pendidikan dengan Kualitas
Pendidikan
Desentralisasi
pendidikan yang merupakan bagian dari otonomi daerah diharapkan dapat merubah
pola pengelolaan pendidikan menjadi lebih baik, yaitu dengan cara memberikan
kekuasaan dan keleluasaan kepada pemerintah daerah dan sekolah dalam
pengambilan keputusan. Hal ini untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan
berbagai pihak dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Dengan adanya
desentralisasi pendidikan, orang tua dan masyarakat memungkinkan untuk berperan
serta dan berkontribusi banyak dalam menentukan kebijakan dan penyusunan kurikulum
sekolah, sehingga sekolah dapat mengakomodir masukan dan saran dari masyarakat
demi tercapainya pendidikan yang berkualitas.
Berdasarkan tujuan desentralisasi yang sangat
baik, terdapat beberapa alasan diadakannya desentralisasi dalam bidang
pendidikan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.
Pembiayaan pendidikan membahas masalah bagaimana sumber daya
untuk pendidikan dibangkitkan.
2.
Peningkatan penawaran efisiensi/efektivitas dengan bagaimana sumber daya
pendidikan digunakan.
3.
Redistribusi kekuasaan politik bertujuan untuk meningkatkan legitimasi
lembaga dengan mendistribusikan kekuasaan yang memberi warga peran manajemen
yang lebih besar.
4.
Peningkatan kualitas hasil
bergerak lebih dekat dengan kebutuhan pengambilan keputusan
masing-masing sekolah dan dapat fokus juga pada perbedaan budaya lokal dan
pembelajaran lingkungan hidup.
5.
Peningkatan inovasi memiliki jangkauan yang lebih luas terhadap
penyedia pendidikan (Hinsz, et al., 2006: 4-5).
Rangkaian tujuan desentralisasi yang dikemukakan Hinsz,
et al. menunjukan peningkatan kualiatas pendidikan di sekolah. Poin pertama dan
kedua dari tujuan desentralisasi pendidikan di atas mengemukakan tentang
pengelolaan pendidikan yang mengedepankan pemanfaatan potensi sumber daya
pendidikan lokal dan mempermudah pengontrolan efisiensi dan efektivitas pada
sekolah. Poin ketiga mengharuskan sekolah mengikutsertakan keterlibatan dan
partisipasi masyarakat dalam mengelola pendidikan. Poin keempat mengindikasikan
bahwa dengan adanya desentralisasi pendidikan maka keputusan yang diambil oleh
sekolah dapat berlandaskan atas kebutuhan dan budaya lokal masyarakat sekitar sehingga
pembelajaran dapat berjalan dengan pendekatan kontekstual. Kemudian poin
terakhir yaitu mengharuskan para pengelola pendidikan memberikan kontribusi
yang besar dan luas terhadap peningkatan inovasi pendidikan.
Di
sisi lain hubungan desentralisasi pendidikan dengan kualitas pendidikan dapat dilihat
dari Menejemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Setidaknya ada empat tujuan
berdasarkan MPMBS (Dwiningrum, S. I. A., 2015: 26). Keempat tujuan itu
meliputi:
1.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan
inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
2.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan bersama dengan pihak sekolah;
3.
Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua,
masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
4.
Meningkatkan kompetisi yang sehat antarsekolah tentang
mutu pendidikan yang akan dicapai.
Untuk
dapat mencapai kualitas yang diharapkan maka peran serta orang tua dan
masyarakat diperlukan, sehingga memungkinkan sekolah lebih terbuka dan
akuntabel. Akuntabilitas merupakan bagian dari sistem yang diterapkan dalam
desentralisasi pendidikan. Peningkatkan akuntabilitas sekolah memungkinkan
untuk memperpendek jarak antara sekolah dengan orang tua siswa, masyarakat,
pemerintah, dan pihak lain yang memiliki keterkaitan dengan sekolah. Perhatikan gambar berikut.
Keterangan:
1 : Mandat,
tujuan, hukum, ekspektasi prestasi.
2 : Informasi
ekspektasi terhadap prestasi.
3 : Norma
dan standar, tujuan spesifik, sumber, promosi dan peningkatan gaji, dukungan
terhadap standar.
4 : Informasi
kinerja sekolah terhadap tujuan.
5 : Anak
didik dan bukti bahwa mereka dididik.
6 : Pemerintahan,
perhatian, pilihan lebih penyedia, termasuk pendapat atas kinerja guru dan
perkembangannya.
7 : Pajak, permintaan langsung, perwakilan parlementer.
8 : Informasi
dalam perkembangannya.
Dari gambar di atas dapat kita lihat peranan
dan tanggung jawab dari masing-masing pihak dalam menerapkan sistem yang
akuntabel. Koordinasi dan keterbukaan yang dilakukan oleh satu pihak dapat
memberikan akses kepada pihak lain untuk menemukan informasi. Selain itu, tanda
panah dua arah yang menggambarkan komunikasi dua arah memungkinkan satu pihak
dengan pihak lain saling mengoreksi, mengawasi, dan mengevaluasi. Dengan
demikian pendidikan publik yang akuntabel cenderung akan melibatkan banyak
pihak untuk ikut berpartisipasi mengelola pendidikan dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan.
B. Pengelolaan Pendidikan dalam Sistem Desentralisasi
Dalam sistem desentralisasi, sekolah
diberikan kewenangan yang luas untuk mengelola sekolahnya, sehingga sekolah dituntut
untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sumber daya manusia
yang terdapat di sekolah di antaranya adalah kepala sekolah selaku pimpinan
sekolah dan guru selaku pemberi pelayanan pendidikan kepada siswa. Menurut Permendiknas
nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, ada lima dimensi
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah yang meliputi,
kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan,
kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. Kaitannya dengan kompetensi
manajerial, maka seorang kepala sekolah harus mampu merancang dan merencanakan
kebutuhan sumber daya manusia. Perencanaan sumber daya manusia merupakan proses
analisis dan identifikasi akan kebutuhan SDM, sehingga organisasi tersebut
dapat menentukan langkah yang harus diambil untuk mencapai tujuan (Widodo, S.
E., 2015: 33).
Salah satu hasil dari perencanaan sumber daya
manusia adalah perekrutan guru yang profesional. Guru profesional adalah orang
yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia
mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal
(Kunandar, 2007: 46-47). Ciri dari guru profesional adalah dengan memenuhi
empat kompetensi guru. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 10 ayat 1
menyatakan bahwa kompetensi guru sebagai mana dimaksud dalam pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kepala sekolah dan guru yang berkualitas serta SDM
lainnya yang ada di sekolah dapat menunjang penerapan pendidikan yang
desentralistik yaitu meliputi, satu kesatuan dalam keragaman, deregulatif,
kolaboratif-tim yang cerdas, koordinatif, demokratis, berbasis kualitas,
pengambilan keputusan bottom-up,
menekankan dimensi mempengaruhi, dan memfasilitasi kegiatan pendidikan,
mengutamakan tim kerja yang cerdas, berani dan piawai mengelola resiko,
menekankan pemerintah dan pemberdayaan jajaran pendidikan, mengutamakan
motivasi dan pengembangan potensi diri, mengutamakan informasi terbagi kepada
semua pihak, dan berorientasikan keunggulan (Dwiningrum, S. I. A., 2015:
86-87). Apabila penerapan desentralisasi tidak diikuti dengan kualitas SDM
sekolah yang baik maka tujuan dari desentralisasi cenderung sulit dicapai.
Sebagai contoh adalah penelitian yang dilakukan oleh Galiani dan Schargrodsky
yang menemukan bahwa keuntungan desentralisasi dapat melemah ketika pemerintah
daerah kurang memiliki kemampuan teknis. Sehingga efeknya bisa negatif untuk
sekolah yang terletak di provinsi miskin dan pengelolaan yang buruk, yang
diukur dengan defisit fiskal.
Dalam upaya menerapkan desentralisasi
pendidikan yang sesuai dengan harapan bersama, maka perlu adanya hal-hal yang
dikuatkan sebagai tanggung jawab bersama, yaitu adanya pembagian yang jelas
antara pemerintah pusat dan daerah, adanya peran serta masyarakat dalam
pendidikan, penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah dengan mengelola
pendidikan terbatas, pendayagunaan bersama sumber daya pendidikan, menjalin
hubungan simbiotik antara pemerintah, politisi, penyelenggara pendidikan,
pemerhati pendidikan, LSM, yayasan-yayasan, dan yang terakhir adalah
pengembangan infrastruktur sosial (social
capital) (Jalal, F. & Supriadi, D., 2001: 99-101).
Dengan
demikian pengelolaan pendidikan dalam sistem desentralisasi melibatkan banyak
pihak. Pihak-pihak tersebut meliputi pemerintah, sekolah, orang tua, masyarakat
dan pihak-pihak lain yang peduli terhadap pendidikan yang nantinya bisa
berkontribusi besar bagi keberlangsungan pendidikan yang berkualitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Albab, U. (2005). Analisis SWOT kebijakan desentralisasi
pendidikan di Indonesia.
Jurnal.
Basic Education Capacity Trust
Fund (BEC-TF). (2011). Meningkatkan
Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia.
Jurnal.
Desforges, C. & Abouchhar, A. (2003). The impact of parental involpment, parental
support, and family education on pupil achievement and adjustment: A literature
review. New York: Department for Education and Skills.
Dwiningrum, S. I. A. (2015). Desentralisasi dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hinsz, et al. (2006). Effects of
decentralization on primary education: Phase I: A survey of East Asia and the
Pacific Islands. UNICEF Regional Office for Asia and the Pacific.
Jalal, F. & Supriadi, D. (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah.
Yogyakarta: Adi Cita.
Kunandar.
(2007). Guru Profesional. Jakarta Utara: Rajawali Pers.
Madeira, R. (2007).
The effects of decentralization on schooling:
Evidence from the Sao Paulo state’s education reform. Sao Paulo: University
of Sao Paulo.
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
________________. (2005). Undang-Undang nomor 14 tahun 2005, tentang
Guru dan Dosen.
________________. (2007). Permendiknas nomor 13 tahun 2007, tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
Rivai, V. &
Murni, S. (2012). Education management:
Analisis teori dan praktik. Jakarta: Rajawali Pers.
USAID. (Tanpa tahun). Identifying the impact of education decentralization
on the quality of education.
USA: United State Agency for International Development.
______. (Tanpa tahun). Implementing School-Based Management in
Indonesia: The DBE1 experience: 2005 –
2010. USA: United State
Agency for International Development.
Vernez, G., Karam, R., & Marshall, J. H. (2012). Implementation of school-based management in
Indonesia. Santa Monica: RAND Corporation.
Widodo, S. E. (2015). Manajemen pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Semoga Bermanfaat...
BalasHapus